Friday, August 19, 2011

Mengasah Kemandirian

Kos merupakan salah satu tempat yang dapat dijadikan sarana mengasah kemandirian. Tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada orang tua, paling hanya biaya hidup saja yang masih meminta pada mereka. Sementara untuk menyiapkan keperluan dan melakukan pekerjaan-pekerjaan pribadi, harus dilakukan sendiri. Karena boleh dibilang menjadi anak kos sama halnya melatih diri menjadi anak yang bisa hidup jauh dari orang tua.
Mendekati bulan puasa seperti ini pun sebagai anak kos harus bisa mandiri mempersiapkan kebutuhannya. Suatu hal yang mungkin akan sangat berat untuk anak kos baru. Sebab, biasanya kalau dirumah bisa menikmati hidangan sahur dan buka puasa bersama-sama sanak saudara. Tapi sekarang malah harus menyiapkan sahur dan buka bersama sendiri tanpa kehadiran keluarga.
Oleh karena itu, bulan puasa ini mesti dijadikan latihan kemandirian untuk anak-anak yang kos. Dan agar puasa di kos serasa dirumah, maka anak kos juga harus bisa membaca info yang ada. Soalnya, biasanya kalau bulan puasa seperti ini banyak agenda buka puasa bersama yang pastinya bisa membuat happy. Sehingga rasa kangen terhadap keluarga pun akan sedikit terobati. Jangan lupa pula untuk menjaga hubungan yang baik kepada teman se-kos, sebab mereka adalah saudara yang bisa dijadikan pengobat kangen kepada keluarga.

Butuh Panggilan Jiwa


Guru merupakan profesi yang mulia, ditangannyalah putra-putri bangsa dipersiapkan untuk menyongsong masa depan pembangunan negara. Dari gurulah kader-kader calon pemimpin bangsa ini lahir. Guru yang kata sebagian orang mengatakannya kepanjangan dari “digugu dan ditiru” ini, merupakan salah satu pilar sentral yang penting dalam proses pendidikan.
Tetapi, mengapa tak banyak mahasiswa yang berminat untuk menjadi guru. Walaupun bertebaran lulusan mahasiswa sarjana pendidikan, namun tetap saja banyak dari mereka menekuni bidang yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Butuh panggilan jiwa untuk menekuni profesi seorang pendidik. Apalagi bila guru itu ditugaskan di suatu pelosok daerah yang terpencil, tentunya gaji guru tak begitu besar, lain bila seorang guru tersebut mengajar di kota.
Menjadi guru sama saja mengabdikan diri sepenuh hati, jiwa dan raga untuk menciptakan generasi masa depan yang lebih andal. Pada prinsipnya pun profesi guru adalah pilihan sadar dan panggilan jiwa. Untuk itu, profesi guru tak boleh hanya dijadikan paradigma dalam opsi pekerjaan terkahir. Karenanya juga, perlu adanya komunikasi dari pemerintah dan para guru agar dapat meningkatkan kesejahteraan guru di Indonesia. Supaya, terjadi pemerataan pendapatan dan kesejahteraan bagi para pendidik. Pemerintah pun juga harus mengusahakan pelatihan bagi para guru serta menyediakan sarana yang memadai dalam proses belajar mengajar. 

 

Quo Vadis KPK



Pernyataan Ketua DPR, Marzuki Alie tentang pembubaran KPK, terus menuai protes dari berbagai pihak. Dari berbagai LSM sampai para anggota DPR sendiri yang dikabarkan akan menggalang mosi tidak percaya terhadapnya. Padahal bila dicermati secara keseluruhan, statement Ketua DPR itu bukan semata-mata mutlak bermaksud ingin membubarkan KPK. Sebab, dalam pernyataan itu dia menyebutkan lebih baik dibubarkan “jika” tidak ada pemimpin yang credible. 
Berawal dari tudingan-tudingan Nazaruddin lah pernyataan Marzuki Alie ini muncul. Tudingan yang sangat mengejutkan, karena menyeret nama-nama petinggi di lembaga penegakkan kasus korupsi itu. Lembaga yang seharusnya mempunyai pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya dan berintegritas tinggi tersebut pun sepertinya kini mulai kehilangan kepercayaan dari masyarakat, setelah munculnya tudingan-tudingan seperti itu.
Mungkin dari kasus itulah, sehingga Marzuki Alie mengeluarkan pernyataan seperti itu. Ungkapan kekecewaan terhadap para pemimpin KPK yang terlibat dalam kasus-kasus yang dituduhkan Nazaruddin. Sekarang pertanyaannya adalah, mau dibawa kemana KPK? Apakah harus dibubarkan?
Padahal KPK itu ada juga karena aparat kepolisian yang diharapkan dapat mengentas kasus-kasus korupsi di Indonesia ini, belum bisa memenuhi kepercayaan tersebut. Maka dari itu KPK ada, untuk memberantas para koruptor negeri ini. Masalahnya sekarang, tinggal mencari pemimpin yang dapat dipercaya dan berkapabilitas tinggi untuk dapat mengisi setiap lini dalam lembaga pemberantasan korupsi itu. Supaya tugas KPK pun dapat berjalan secara optimal dan fungsional.


* Tulisan ini pernah di muat di Surat Kabar Harian Semarang edisi tanggal 9 Agustus 2011.
Alhamdulillah saya sendiri yang menulisnya.


Butuh Ketegasan Polisi



Panji Gumilang yang merupakan pemimpin Ponpes Al-Zaytun ini dipanggil untuk diperiksa karena telah dilaporkan mantan Menteri Peningkatan Produksi Pangan Kelompok Negara Islam Indonesia (NII), Imam Supriyanto. Dia melaporkan tindak pidana yang dituduhkan kepada Panji Gumilang ke Bareskrim Mabes Polri. Dengan laporan telah memalsukan surat keputusan pemecatan Imam Supriyanto dari pengurus Yayasan Pesantren Indonesia, yayasan yang menaungi Ponpes Al-Zaytun.
Melihat kasus tersebut, sebetulnya patut dipertanyakan pula kasus keterlibatan Panji Gumilang dengan NII. Kasus yang akhir-akhir ini booming menjadi topik pembicaraan. Persoalan yang sesungguhnya lebih penting untuk diusut, karena hal ini menyangkut keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bila masalah itu terus dibiarkan tumbuh dan berkembang. Mengenai nomokrasi yang bisa memecah belah bangsa.
Tapi, mengapa seakan-akan kasus itu tak teraba ranah penyelidikan? Sosok Panji Gumilang pun sangat sulit tersentuh. Buktinya sampai sekarang pengusutan kasus keterlibatannya dalam NII belum ada ujung kepastiannya. Malah yang ada adalah perdebatan antara pihak yang pro dan kontra saja tanpa menuai hasil.
Lebih lanjut, seharusnya aparat kepolisian harus bisa lebih tegas menuntaskan kasus yang ada. Penyeledikan yang intens dan mendalam menyangkut kasus ini pun harus dilakukan. Karena hal ini juga menentukan integritas kepolisian sebagai pilar pengaman negara. Agar keutuhan NKRI tetap terjaga.


Apakah ada dalang dalam hal ini? NII sekarang berbeda dengan NII besutan Kartosoewirjo yang banyak mengorbankan kemanusiaan,sedangkan wajah NII sekarang adalah menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang sebetulnya juga masih dipertanyakan, apakah untuk membangun negara atau hanya untuk menimbun harta?

Diskriminasi Pendidikan



Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan bangsa yang ternukil dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Namun tujuan itu dirasa akan sangat sulit untuk terealisasi, sebab untuk perguruan tinggi negeri saja sudah dimanfaatkan sebagai lahan basah peraup keuntungan. Imbasnya membuat biaya perguruan tinggi negeri mahal sama seperti perguruan tinggi swasta yang dalam operasionalnya tidak disokong biaya dari pemerintah.
Kondisi seperti ini lah yang akan membawa kembali pendidikan negeri ini kepada masa kelam bangsa Indonesia dulu saat dijajah. Bedanya sekarang hak pendidikan tidak dijajah oleh bangsa asing, melainkan dijajah oleh pemimpin negeri. Membuat diskriminasi antara si miskin dan si kaya dalam mendapatkan hak pendidikan.
Bila melihat pada orde baru dahulu, pemerintah dapat mengupayakan biaya pendidikan yang murah serta didukung pula harga bahan pokok yang murah juga. Berbeda dengan sekarang yang bahan pokok mahal, biaya pendidikan pun juga selangit. Padahal logika pendidikan yang diasumsikan masyarakat adalah pendidikan yang mencerdaskan dan membebaskan.
Maka yang harus ditinjau kembali ialah peninjauan tentang kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada masyarakat. Lalu orientasi pendidikan yang menuju kembali kepada UUD 1945, karena pada hakikatnya pendidikan adalah milik seluruh masyarakat. Agar pada realisasinya tidak ada lagi diskriminasi dalam pendidikan.

Monday, June 27, 2011

Demi Nafs Yang Suci



Demi nafs yang suci 
Menyala-nyala dalam diri 
Dalam peluh rintih hati 
Menyibak sirr Illahi 

Ketika iman mengendur 
Rasa kian tersesat, sampai 
Tak ada rua yang terlihat 
Tatkala ayat-ayat kalam-Mu terdengar 
Ia menghujamkan secercah cahaya dalam qalbu 
Dan memberikan jalan padaku 
Demi kalam-Mu yang menghembuskan 
Sirr dalam dada 
Ku minta maghfiroh-Mu

Monday, January 31, 2011

Dilarang Apatis

Gerakan mahasiswa bisa dikatakan tak boleh absen dalam peranannya menyikapi kebijakan pemerintah yang tidak pro dengan rakyat. Mahasiswa juga dituntut merespon masalah-masalah sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Dengan mandat sosial yang diberikan kepadanya sebagai agent social of change, mahasiswa diharapkankan dapat menjadi sarana penyalur aspirasi dan kontrol sosial untuk menuju perubahan yang diinginkan oleh rakyat.

Sebagai kaum yang menegakkan keadilan dan kebenaran dengan sikap yang kritis serta progresif. Gerakan mahasiswa dapat merubah nasib bangsa ini kearah yang lebih baik, sehingga patutlah gerakan mahasiswa ini mempunyai gelar agen perubahan sosial, karena sejarah juga mencatat bahwa perubahan sosial, pembebasan rakyat dari penguasa tirani cenderung dimotori oleh gerakan mahasiswa.

Sedangkan pada realitanya, sekarang justru tak sedikit mahasiswa yang apatis terhadap kondisi sosial dan politik negaranya. Nalar kritis dan sikap dinamis para mahasiswa sekarang kian luntur dan banyak mahasiswa yang hanya berorientasi pada kelulusan saja tanpa peduli terhadap kondisi sosial sekitarnya. Keadaan mahasiswa yang apatis dan apolitis ini merupakan kondisi yang memprihatinkan. Bagaimana jadinya negara ini ke depan jika garda terdepan dalam melakukan perubahan sudah apatis dan apolitis?

Oleh karena itu, mahasiswa dilarang apatis dan apolitis. Kehadiran gerakan mahasiswa sangat dibutuhkan sebagai upaya membangun kesadaran politik rakyat dan pedampingan terhadap rakyat ketika berhadapan dengan kedzaliman penguasa.