Gambar dari sini |
Oleh: Hendra Saputra
Kebebasan untuk mengenakan jilbab bagi
setiap muslimah dalam berbagai profesi yang mereka geluti adalah sebuah hak
asasi yang harus mereka dapatkan. Karena itu, sudah menjadi keniscayaan agar
setiap peraturan mengenai penggunaan seragam pun baiknya mendukung premis
tersebut.
Namun
hal yang bersebalikan terjadi, tatkala Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerima
surat pengaduan mengenai keinginan anggota kepolisian yang perempuan untuk
berjilbab (Republika, 14/6/2013). Meski pada dasarnya pihak Polri mengatakan
bahwasanya tidak ada larangan berjilbab untuk polisi wanita (polwan). Tapi
kenapa, peraturan terkait seragam di Polri yang termuat dalam Keputusan Kapolri
No Pol: Skep/702/IX/2005 mengatakan bahwa polisi yang melanggar peraturan
seragam yang sudah ditentukan bisa dikenai sanksi (Suara Merdeka,17/6/2013).
Walaupun
tidak disebutkan soal larangan mengenakan jilbab pada peraturan tersebut. Tetap
saja, semisal ada polwan yang menambahkan tutup kepala (baca:jilbab) bisa
dikenai sanksi karena hal itu tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Karena
dalam aturan tersebut jilbab tidak termasuk ke dalam atribut polwan. Meskipun
hal tersebut di Indonesia sendiri mendapat pengecualian untuk polwan yang ada
di Aceh. Sebab di sana justru para polwan diwajibkan mengenakan jilbab.
Padahal
dibeberapa negara yang mayoritas non-muslim seperti di Hungaria, Swedia,
Inggris, Denmark, Australia, Kanada, Selandia Baru, Jerman, dan Amerika Serikat
(AS), polisi serta tentara wanita muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab saat
bertugas. Meski, sebagian besar penduduk di negara-negara tersebut adalah
Nasrani.
Seperti
misalnya di Hungaria yang telah dibuat peraturan untuk korps polisi wanita yang
mengenakan jilbab dengan pakaian dinas yang dirancang sesuai dengan bahan dan
kerudung yang serasi. Di Australia dan Selandia Baru juga banyak polwan
berjilbab yang sibuk mengatur lalu lintas. Pun di Inggris, polwan berjilbab ada
yang bertugas di satuan reskrim, tidak hanya ditempatkan di satuan lalu lintas
saja. Di Denmark, mengizinkan muslimah berjilbab untuk mengikuti pendidikan
militer. AS bahkan tidak melarang sejumlah tentara wanitanya memakai jilbab
ketika bertugas, karena mereka sangat melindungi hak berekspresi warganya, termasuk
dalam hal berpakaian.
Melanggar Prinsip HAM
Lalu kenapa di Indonesia yang mempunyai
predikat sebagai negara muslim terbanyak di dunia tapi malah belum sepenuhnya
mendukung hak warganya dalam berjilbab. Padahal secara konstitusional hak
tersebut secara tersurat sudah dituangkan dalam Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 yang
mengatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam hal ini, memakai jilbab
juga termasuk ke dalam menjalankan syariat agama.
Maka
dari itu, sudah semestinya tidak ada lagi larangan bagi muslimah yang berkarir
sebagai anggota TNI maupun Polri untuk berjilbab. Apalagi jumlah anggota
tentara perempuan dan polwan Indonesia sebagian besar adalah muslimah. Menilik,
dalam ajaran Islam itu sendiri memakai jilbab bukanlah sekadar hak asasi saja,
melainkan telah menjadi kewajiban asasi. Karenanya melarang seseorang untuk
tidak boleh mengenakan jilbab itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip
HAM serta hak-hak konstitusi itu sendiri.
Anggapan yang Keliru
Bagaimanapun juga,
sebaiknya
polwan dan korps wanita TNI ataupun muslimah di instansi lainnya yang ingin
mengenakan pakaian dinas berjilbab itu diberikan izin maupun diatur dalam
pemakaiannya. Jikalau, ada yang berpendapat bahwa dengan berjilbab seorang
perempuan muslimah akan terhambat kinerjanya. Menurut penulis itu adalah
anggapan yang keliru sebab pakaian seragam yang dipadukan dengan jilbab
tidaklah menghalangi aktivitas, kegesitan, dan kelincahan gerak para polwan
atau tentara di lapangan.
Hal
ini telah dibuktikan oleh para tentara wanita dan polwan berkerudung di
sejumlah negara mayoritas non-muslim seperti Hungaria, Inggris, Australia,
Selandian Baru, serta AS. Bahkan, sejumlah negara Muslim seperti
Yordania, Pakistan, Irak, Mesir, dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya malah
merasa amat bangga bila dikalangan polisi maupun militer banyak para prajurit
wanita yang mengenakan jilbab.
Mengaca
pada negara-negara tersebut sudah seharusnya Indonesia mengizinkan para
prajurit wanita dari institusi TNI maupun Polri untuk berjilbab di seluruh
wilayah NKRI, tidak hanya di Aceh semata. Apalagi iklim demokrasi di tanah air
tercinta ini begitu kental, maka dari itu sudah sepatutnya pemerintah bisa
memberikan dan mengapresiasi setiap umat beragama untuk menjalankan syariatnya
masing-masing. Tidak malah “membunuh” hak mereka untuk berjilbab dengan adanya
upaya pemaksaan kehendak dalam sebuah peraturan yang katanya “rigid”.
Bagaimanapun
juga, setiap aturan yang dibuat manusia tentunya tak ada yang sempurna dan
sifatnya bisa diubah. Jadi aturan yang bisa berkonotasi “melarang” polwan
berjilbab tersebut penulis pikir sudah semestinya untuk ditinjau kembali atau
bahkan diubah untuk sebuah kemaslahatan bersama. Karena berjilbab tidak akan
mengganggu tugas dan profesionalitas pekerjaan seorang wanita (baca:polwan dan
tentara wanita).
Hendra Saputra,
Sekretaris Redaksi Majalah Lembaga Pers Mahasiswa Edukasi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
No comments:
Post a Comment