Sunday, July 22, 2012

Pendidik Oh Pendidik




Oleh: Hendra Saputra


Pendidik atau guru merupakan profesi yang mulia, sebab ditangannyalah para generasi penerus bangsa dipersiapkan untuk menyongsong masa depan negaranya. Dari guru pulalah kader-kader calon pemimpin bangsa ini juga akan lahir. Maka dari itu, guru yang kata sebagian orang merupakan kepanjangan dari “digugu dan ditiru” ini memiliki peran sentral dalam proses pembangunan suatu bangsa.
         Hal itu pernah dibuktikan oleh Jepang, ketika dahulu mereka dijatuhi bom atom. Mereka tak menyerah begitu saja dengan keadaan tersebut. Malahan langkah pertama yang dilakukan Kaisar Jepang pada waktu itu ialah mengumpulkan seluruh guru yang masih hidup. Lalu memberdayakan mereka untuk mendidik para pemegang estafet nasib bangsa selanjutnya. Sungguh luar biasa bukan? Dan hal itu terbukti berhasil, dengan sekarang Jepang tetap menjadi bangsa yang memiliki pengaruh besar di dunia.
         Oleh karena itu, memanglah benar jika pendidik adalah seseorang yang sangat berpengaruh bagi maju mundurnya suatu bangsa. Karena dari guru juga lah seseorang akan mendapatkan ilmu yang berguna bagi kehidupannya. Mengingat, tak akan ada seorang profesor ataupun dokter yang terlahir bila tiada guru yang mengajarinya terlebih dahulu. Iya kan?


Orientasi yang Salah
Tetapi, dewasa ini malah tak banyak mahasiswa yang berminat untuk menjadi guru. Meskipun bertebaran lulusan mahasiswa sarjana pendidikan, namun tetap saja banyak dari mereka menekuni bidang yang tidak ada hubungannya dengan jurusannya. Sebab banyak ditemui disekitar kita, para sarjana pendidikan malah bekerja disebuah Bank atau perkantoran. Bukankah itu aneh? Padahal pas kuliah mereka sudah menjatuhkan hati pada jurusan yang berhubungan dengan bidang pendidikan. Lantas, kenapa malah sesudah lulus mereka berpindah haluan?
Kemungkinan ada beberapa faktor yang melatar belakangi hal itu terjadi. Yang pertama, karena mereka kuliah/memilih suatu jurusan itu hanyalah ikut-ikutan semata ataupun tidak sesuai dengan minat mereka sebenarnya. Maka dari itu, dalam menjalani perkuliahan pun mereka kurang semangat dan termotivasi. Sehingga setelah lulus pun mereka seperti belum ikhlas bila menjadi seorang guru.
        Kedua, karena mereka ingin memilih jalan aman dengan menjadi guru. Sebab tak dapat dipungkiri, dengan menjadi guru maka ia pun akan bisa menjadi pegawai negeri sipil yang gajinya sudah terjamin meskipun ia sudah pensiun kelak. Dan saat di tengah jalan akhirnya mereka sadar, kalau itu bukanlah jalan hidup mereka. Ketiga, yaitu karena sudah tak ada pilihan lain lagi. Oleh karena itu, ia pun merelakan diri untuk terjun ke jurusan pendidikan. Padahal hatinya tidak dijurusan tersebut. Namun, bisa apa lagi karena di jurusan yang lainnya ia belum diterima. Kemudian, alasannya bekerja tidak menjadi guru bisa jadi dilatar belakangi karena ketika kuliah mereka menemukan jati diri mereka, yang memang bukan menjadi guru.
        Padahal sesungguhnya jurusan sebagai pendidik adalah jurusan yang bukan untuk main-main dan coba-coba. Oleh karena itu, sudah saatnyalah para generasi bangsa memantapkan hati dengan jurusan yang sesuai dengan minatnya. Sehingga orientasi nantinya setelah lulus pun akan jelas dan benar sesuai keinginan hati.


Butuh Panggilan Jiwa
         Mungkin memang benar, butuh panggilan jiwa untuk menekuni profesi sebagai seorang pendidik. Sebab tak dapat dipungkiri bahwa tanggungjawab seorang guru itu amatlah besar. Apalagi bila guru itu ditugaskan di suatu pelosok daerah yang terpencil, sudah pasti seorang sarjana itu akan berpikir seribu kali untuk mengiyakannya. Apalagi gaji guru didaerah pelosok tak begitu besar,  lain bila seorang guru tersebut mengajar di kota.
Padahal menjadi guru sama saja mengabdikan diri sepenuh hati, jiwa dan raga untuk menciptakan generasi masa depan yang lebih andal. Pada prinsipnya pun profesi guru adalah pilihan sadar dan panggilan jiwa. Untuk itu, profesi guru tak boleh hanya dijadikan paradigma dalam opsi pekerjaan terkahir. Dengan alasan tak ada pekerjaan lainnya yang menjanjikan. Sehingga kemudian seseorang itu pun akan dengan terpaksa menjadi seorang guru. Ataupun dengan menganggap menjadi guru maka penghidupan kita akan terjamin.
         Maka dari itu, sudah seharusnyalah menjadi seorang guru itu memang benar-benar berasal atas kemauannya. Karena tak dapat dipungkiri, kalau tanggungjawab yang akan diemban itu amatlah berat. Harus mencerdaskan peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan, dan hal itu pun tidak cukup berhenti sampai pada knowledge-nya semata, melainkan seorang pendidik juga berkewajiban untuk transfer of value kepada siswa-siswanya.             
          Akhirnya, penulis pun hanya bisa berharap semoga julukan yang disematkan kepada seorang pendidik, yaitu pahlawan tanpa tanda jasa benar-benar masih dipegang kuat oleh para pendidik bangsa ini. Jadi, mereka mendidik tidak berdasarkan uang, keterpaksaan, ataupun mencari jalur aman. Tapi, memang karena itulah panggilan jiwa mereka sebagai seorang pendidik.

2 comments:

Fendy Ahmad Thahir said...

OH... mulianya. semakin menggebu saja mimpiku untuk menjadi Guru.

Hendra Saputra said...

haha....
Kuliah dijurusan kepndidikan to mas...
:)