Sunday, May 19, 2013

PENGUMUMAN NOMINATOR LOMBA MENULIS CERPEN NASIONAL LEMBAGA PERS MAHASISWA (LPM) EDUKASI FAKULTAS TARBIYAH IAIN WALISONGO SEMARANG



 
Seperti yang telah diinformasikan sebelumnya bahwasanya pelaksanaan Lomba Cerpen Nasional Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2013 yang baru pertama kali dilaksanakan ini, telah mencatat prestasi tersendiri dalam jumlah penulis yang berpartisipasi dalam proses seleksi. Karena hingga masa penerimaan naskah cerpen terhitung dari tanggal 1 Maret s.d 30 April 2013 telah tercatat 1200 naskah yang masuk (baik via email ataupun langsung dikirim ke sekretariat LPM Edukasi). Naskah yang masuk pun sangat beragam, menarik, dan memiliki kelebihan tersendiri pada setiap naskahnya.
Hal itulah yang membuat para dewan juri cukup bingung dan kesulitan dalam menentukan 20 nominator dari sekian banyak naskah yang masuk. Dengan kriteria dan kualifikasi penjurian berdasarkan pada estetika, tema yang diangkat, eksplorasi, eksperimen, dan inovasi dalam penyajian cerita. Pada tahap ini, kami sebagai penyelenggara dengan rekomendasi para juri pun akhirnya memutuskan untuk menambah kuota jumlah nominator yang semula berjumlah 20 menjadi 25 nominator.
Berikut ini adalah nama-nama yang masuk menjadi nominator lomba atau calon juara:
1.        Ahmad Khotim Muzakka-Saputangan Fang Yin-IAIN Walisongo
2.        Amanatia Junda -Ketika Bapak Tak Mampu Lagi Membaca–UGM
3.        Andika Sahara - Negeri Mesin - Universitas Andalas
4.        Annisa Yumna Ulfah-Sekotak Pelangi Mimpi-Universitas Terbuka
5.        Aprilia Fatmawati-Blue Flower-Universitas Brawijaya
6.        Aprilia Sintya Dewi -Bulan dalam Kehampaan-Universitas Jember
7.        Arita Windi Astuti-Simfoni Terakhir-Universitas Mulawarman Samarinda
8.        Astuti A. Palupi-Pucuk-Pucuk Daun Mempelam di Pelataran-STAI Nurul Hidayah Selat Panjang Riau
9.        Azwar R. Syafrudin-Sampur-Universitas Negeri Yogyakarta
10.    Bahrul Hana M-Sekaratnya Tuhan-STAIN Purwokerto
11.    Bimo Logo Pribadianto - Tak Nyala Lagi Kunang-Kunang Kami - Universitas Negeri Jakarta
12.    Calvinantya - Bioskop Surga - Universitas Gadjah Mada
13.    Dianna Firefly - Hujan di Royal Marsden Hospital - UNTAN PONTIANAK
14.    Dina Ahsanta Puri-Janji Penunggu Malam-IKIP PGRI Semarang
15.    Dina Kamalia-Lelaki yang Membuka Obrolan di Kala Senja-IAIN Walisongo Semarang
16.    Dwi Ratih Ramadhany-Mahar Siul Dari Panyiroban-Universitas Negeri Malang
17.    Dwi Setyo Wibowo-Belulang Sunyi-Universitas Negeri Yogyakarta
18.    Ida Ayu Surina-Gandik Bukan Maling-Universitas Negeri Semarang
19.    R Abdul Azis - Meja 26 - Universitas Pendidikan Indonesia
20.    Santi Almufaroh-Bau yang Menggantung-IKIP PGRI Semarang
21.    Sulung Pamanggih-Dari Jendela yang Terbuka- IKIP PGRI Semarang
22.    Umi Ibroh-Bayang Senandung Durma-Uiversitas Diponegoro
23.    Wahyudi Kaha-Bukeng-UIN SUKA
24.    Wisnhu Bagas Murtolo - Penangkal Hujan - UHAMKA (Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka)
25.    Zainul Muttaqin-Bulan Celurit-STAIN Pamekasan

Nama-nama nominator di atas berhak mendapatkan 1 eksemplar Antologi Cerpen Hasil Lomba. Lalu, para nominator juga diwajibkan untuk datang pada acara “Seminar Pendidikan LPM Edukasi 2013” yang di dalamnya ada agenda Pengumuman dan Penganugerahan Juara Lomba Cerpen serta Launching Antologi Cerpen Hasil Lomba yang akan digelar pada Kamis, 30 Mei 2013.

Dewan Juri
1.    S Prasetyo Utomo (Cerpenis, Dosen Penulisan Kreatif IKIP PGRI Semarang),
2.    Taufik Krisna (Direktur Beranda Sastra Edukasi 2004/2005),
3.    Yusuf Purnomo (Sastrawan dari Semarang).

Antologi Cerpen Hasil Lomba ini selain akan diisi oleh karya para nominator, di dalamnya juga terdapat karya S Prasetyo Utomo sebagai Penulis Tamu. Desain dan Layout buku ini juga akan di buat oleh Abdul Basith Elqudsy, Layouter dari Novel Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dll.

Untuk Pemesanan Antologi Cerpen Hasil Lomba dan Konfirmasi Kedatangan bisa menghubungi ke kontak di bawah ini.

085742941113 (Hendra Saputra)
085727129344 (Inayah Az-Zahra)

Sekretariat: Kantor LPM Edukasi Pusat Kegiatan Mahasiswa Lt. II Kampus II IAIN Walisongo Semarang.

Thursday, May 2, 2013

Pendidikan Tinggi untuk Semua

Gambar dari sini

Oleh: Hendra Saputra

             “Saya tidak bisa melanjutkan sekolah sampai ke perguruan tinggi karena biayanya tidak ada,” apakah masih ada orang yang berkata seperti itu dewasa ini? Jawabannya masih, bahkan mendapat tambahan kata “banyak sekali”. Sebab, kenyataannya memang demikian, tak sedikit orang yang beranggapan kalau mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan karena biaya untuk masuk perguruan tinggi (PT) tidak ada.
            Padahal sebenarnya keinginan dan hati kecil mereka berkata, jika mereka ingin sekali untuk bisa mengenyam pendidikan di PT. Tapi apa daya, kondisi dan situasi mengharuskan mereka untuk memupuskan harapan tersebut.
            Dari faktor itulah akhirnya menimbulkan hukum kausalitas, meskipun Indonesia menjadi negara peringkat keempat dengan penduduk terbanyak di dunia. Tapi tetap saja, sarjana yang ada di Indonesia masihlah terhitung sedikit. Bahkan persentase orang yang bisa mengenyam pendidikan tinggi jika melihat data Badan Pusat Statistik tahun 2011, jumlah mahasiswa di Indonesia baru mencapai 4,8 juta orang, dan bila dihitung terhadap populasi penduduk yang berusia 19-24 tahun, maka angka partisipasi kasarnya baru sekitar 18,4 persen. Artinya, masih banyak penduduk Indonesia berusia 19-24 tahun yang tidak mampu mengakses pendidikan tinggi, dan rata-rata disebabkan karena mahalnya biaya kuliah, mahalnya jalur masuk ke PT, dan lain sebagainya.
Kewajiban Negara
            Miris sekali bila melihat fakta tersebut, padahal sudah menjadi keniscayaan apabila suatu negara menginginkan kemajuan maka lewat pendidikan yang bermutu dan relevanlah solusinya. Karena melalui pendidikan inilah akan tercipta suatu bangsa yang berilmu dan berkarakter. Hal itu pun sebenarnya sudah tertuang dalam preambul Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai salah satu semangat tujuan bernegara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahkan dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 telah disebutkan, bahwa pendidikan merupakan hak warga negara. Dalam Konvenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya pasal 13 ayat 2C UU No. 11 tahun 2005 juga menyebutkan, bahwa pendidikan tinggi harus diadakan cuma-cuma secara bertahap. Nah, tinggal kita tunggu saja bagaimana kebijakan pemerintah menanggapi problema penyelenggaraan pendidikan tinggi yang merupakan kewajiban negara ini. Sebab, hal-hal terkait pendidikan tinggi sebenarnya juga telah termaktub dalam UU Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah disahkan pada 13 Juli tahun 2012 lalu.
            Semisal pada pasal 74 UU Dikti yang mengatur mengenai ketentuan pengkuotaan minimal 20% dari seluruh calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima serta tersebar pada semua Program Studi. Meskipun kebijakan tersebut bernadakan “manis”. Namun sebenarnya sangat rentan sebagai dalih bagi PT untuk melepas tangan setelah quota terpenuhi. Oleh karena itu, menurut penulis bila memang pemerintah mau menetapkan regulasi seperti itu sekalian saja dipatok 40% atau bahkan 60% standar penerimaan mahasiswa yang tidak mampu. Menilik, bangsa kita ini tergolong negara berkembang yang notabene penduduknya masih banyak yang menghuni tingkat perekonomian menengah ke bawah.
Sedangkan sistem pinjaman dana tanpa bunga (student loan) bagi mahasiswa kurang mampu secara ekonomi yang diatur dalam pasal 76 ayat 2 huruf c UU Dikti, menurut penulis malah sangat bertentangan dengan semangat kewajiban negara untuk memenuhi hak pendidikan bagi warga negaranya. Padahal sudah seharusnya niat untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi yang bisa dinikmati oleh semua kalangan itu menjadi maksud yang utama. Tapi, apabila sistemnya diberikan secara kredit seperti itu, maka pemerintah pun dapat dibilang setengah-setengah atau mungkin bisa dianggap tidak berniat untuk memenuhi hak pendidikan para generasi bangsa.
Subsidi Silang
Dari uraian di atas tersebut sebenarnya bisa ditarik jalan tengahnya yaitu dengan pemerintah memberikan subsidi silang bukan malah menetapkan sistem kredit. Jadi, biaya kuliah pun nantinya akan disesuaikan dengan tingkat ekonomi mahasiswa. Diharapkan dari hal tersebutlah sekiranya tidak akan tercipta diskriminasi dan kesenjangan dalam pendidikan tinggi, karena untuk pembiayaannya sudah disesuaikan dengan tingkat perekonomian masing-masing mahasiswa. Sehingga, ke depannya tidak ada lagi orang yang berkata bahwa mereka tidak bisa melanjutkan ke PT hanya karena masalah biaya. Lebih lanjut, penulis rasa hal itu akan ter-cover pada penerapan Uang Kuliah Tunggal yang ditetapkan berdasar Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 272/E1.1/KU/2013 tanggal 14 April 2013 dan 97/E/KU/2012 tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Dalam Surat Edaran tersebut, setiap perguruan tinggi negeri disarankan membuat lima kategori biaya kuliah bagi mahasiswa. Sesuai aturan, besaran UKT untuk mahasiswa kategori I adalah antara Rp. 0 sampai Rp. 500.000. Adapun, setiap perguruan tinggi harus menerima mahasiswa dari kategori I sedikitnya 5% dari seluruh mahasiswa yang diterima. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut perlu kita awasi dan kawal bersama. Supaya penetapan tarif UKT bisa berjalan dengan adil sesuai kapasitas finansial mahasiswa. Pun pemerintah harus rajin me-monitoring mekanisme penerapan kebijakan tersebut serta menambah kuota kategori dan beasiswa. Agar pendidikan tinggi di Indonesia akan benar-benar bisa dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
Hendra Saputra, Penulis adalah Sekretaris Redaksi Majalah Lembaga Pers Mahasiswa Edukasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang.